Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

BERKAT NAIK GUNUNG

Sukses Berkat Hobi Naik Gunung



Tak banyak orang yang mampu menghasilkan duit dari hobi yang dia gemari. Sebagian orang hanya menekuni hobinya sebagai pengisi waktu luang atau untuk mengusir stres. Padahal, dengan modal utama ketekunan saja, peluang untuk menikmati sukses finansial dari “menjual hobi” sungguh terbuka lebar. Lihatlah sukses yang kini dipeluk Disyon Toba.
Koleganya mengenal Disyon sebagai pendaki gunung. Dari hobinya itu pula Disyon lalu membuka usaha beragam perlengkapan kegiatan outdoor. “Karena dengan mendaki gunung saya jadi tahu persis apa saja yang dibutuhkan untuk kegiatan itu,” ujar lelaki kelahiran Jakarta 31 Oktober 1974 ini.

Disyon pun berkisah. Dia mulai melirik usaha perlengkapan outdoor pada 1994 itu setelah kepincut pada sebuah tas gunung. Cap di tas itu menunjukkan bahwa tas itu buatan luar negeri. Disyon percaya, karena memang model dan mutunya sangat bagus.
Namun, setelah ia menelisik lebih jauh tentang perusahaan tas itu, Disyon baru tahu kalau tas tersebut buatan orang-orang Indonesia. “Meski milik perusahaan asing, yang menjahit orang Indonesia,” ujarnya kepada Tabloid Kontan.
Dari situlah Disyon yakin bisa membuat produk yang sama. Ia pun kemudian mempelajari keunggulan produk outdoor asing itu. Awalnya, ia membuat produk uji coba dari bahan limbah pabrik tersebut.
Setelah itu, Disyon membayar tukang jahit yang pernah bekerja di perusahaan tas itu untuk membuat tas yang sama. Di luar dugaan, si penjahit mampu membuat tas dengan mutu yang sama baiknya.
Setelah jadi, Disyon pun memakai tas itu ke kampus. Ternyata, banyak temannya yang memuji tas tersebut. Pesanan langsung mengalir begitu Disyon memberi tahu mereka kalau tas itu buatannya.
Disyon segera menyambut antusias pesanan itu, dan langsung mengorder lima tas lagi ke si penjahit tas. Waktu itu Disyon masih belum berpikir untuk menekuni usaha ini secara serius. Ia masih sebatas menerima pesanan dari teman, itu pun dengan jumlah terbatas.
Namun, saat pesanan mulai stabil, pada 1998, Disyon mulai meminta penjahitnya membuat tas secara reguler. “Modalnya Rp 500.000 dari keuntungan penjualan,” tutur Disyon.
Hasilnya, dalam sebulan Disyon mampu memproduksi sebanyak 100 tas. “Dengan bahan limbah yang saya beli Rp 8.000 per kilo, saya menjual tas Rp 50.000 per item,” kata Disyon. Modal usahanya semakin besar. Ia membekali penjahitnya dengan mesin jahit baru.
Beruntung, pada 1998 harga tas berkualitas bagus tergolong tinggi. Dengan kualitas bahan dan jahitan yang cukup bagus, tas produksi Disyon mampu bersaing dengan produk lain. “Pada waktu itu harga tas gunung sekitar Rp 150.000,” ujar jebolan S1 Teknik Industri Universitas Trisakti ini. Omzet usahanya ketika itu sudah lumayan, sekitar Rp 5 juta sebulan.
Seiring pesatnya bisnis tas outdoor, Disyon memutuskan membeli mesin jahit khusus tas pada 2000. Bahkan, jumlah mesin jahitnya terus bertambah dua mesin jahit per bulan. Namun, baru pada 2001 usaha “Disyon resmi berbentuk badan hukum, dengan bendera PT Consina Segara Alam.
Disyon juga kian jeli melihat peluang. Berbekal pengalaman sebagai pecinta alam, ia mulai memproduksi kebutuhan kegiatan alam lain, seperti pakaian, sleeping bag, dan peralatan kegiatan luar ruang lain.
Tak hanya itu, skala usahanya terus membesar. Kini Disyon memiliki 160 mesin jahit dan 200 karyawan. Omzetnya pun menggembung ratusan kali, mencapai antara Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar sebulan. Pabrik Consina yang terletak di kawasan Buaran, Jakarta Timur, mampu menghasilkan 50.000 item sebulan.
Bahkan, jumlah toko yang menjadi agen produk Consina kini mencapai 80 toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Tapi, Disyon sendiri justru tidak memiliki banyak gerai. “Gerai saya hanya satu di Jakarta Selatan dan workshop di Buaran,” kata Disyon.
Alasannya, ia belum sanggup memproduksi dalam jumlah yang sangat banyak. Jadi, daripada tidak bisa memasok barang ke semua gerai, Disyon lebih fokus menjual produknya lewat distributor.
Tapi, tak selamanya bisnis Disyon berjalan mulus. Ia pernah dibohongi karyawannya sendiri. Kejadiannya pada 2001. “Saya heran, dengan jumlah karyawan 30 orang bahan baku cepat habis,” tutur Disyon.
Kecurigaan itu mendorong Disyon untuk menyelidiki apa yang terjadi sebenarnya. Hasilnya” Ia menemukan bukti: beberapa karyawannya memang curang. Mereka mencuri bahan baku untuk membuat produk yang dijualnya sendiri.
Tapi, kerikil tajam seperti itu tidak menciutkan nyali Disyon untuk terus mendaki dunia bisnis. Ia masih punya impian menembus pasar ekspor. Meski, ia juga tahu, butuh manajemen yang mumpuni untuk bermain di pasar internasional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar